Tuesday, April 12, 2011

Bayi Tak Boleh Tidur dengan Perokok

SEBAIKNYA para orang tua yang merokok tak tidur di ruang yang sama dengan bayi-bayi mereka. Sebab, kadar nikotin rokok yang menempel pada kulit maupun pakaian dapat membahayakan kesehatan si bayi.

Peneliti melakukan studi di Catalonia, Spanyol. Penelitian menyoroti efek asap tembakau pada bayi dan dihubungkan dengan ruangan pribadi. Mereka pun mewawancarai orang tua dari 1.123 bayi di bawah usia 18 bulan.

Setelah melakukan analisa, sampel rambut pada 252 bayi mengandung nikotin. Para bayi itu ternyata tidur bersama orang tua yang merokok dalam satu ruangan. Kadarnya bahkan tiga kali lebih tinggi ketimbang bayi yang tidur terpisah dari orang tua perokok.

"Menjadi perokok pasif adalah penyebab utama kematian anak di negara maju," kata Guadalupe Ortega, peneliti utama, baru-baru ini. Ortega pun menambahkan ventilasi kamar tidur belum tentu efektif mengurangi tingkat paparan racun pada perokok pasif.


Asap Rokok Rusak Kesehatan Mental Anak

Anak-anak yang menghirup asap rokok secara pasif lebih cenderung berjuang dengan masalah kesehatan mental.

Dalam hasil studi besar-besaran terhadap anak-anak di Inggris itu mendesak para orangtua untuk menghentikan kebiasaan merokok. "Atau setidaknya menghembuskan asap rokok di luar rumah," kata peneliti.

Namun masih belum jelas apakah asap tembakau benar-benar berpengaruh langsung pada otak anak-anak, atau ada hal lain yang mempengaruhi.

"Kita tahu bahwa paparan asap rokok terkait dengan banyak masalah kesehatan fisik pada anak-anak, meskipun sisi kesehatan mental belum dieksplorasi," kata ketua peneliti Mark Hamer dari University College London kepada Reuters Health via e-mail.

Dua dari setiap tiga anak berusia antara 3-11 tahun terkena asap rokok di AS. Sementara itu pada kelompok anak berusia 9-17, satu dari lima orang telah didiagnosa memiliki beberapa jenis gangguan mental atau kecanduan. Data ini berasal dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.

Untuk melihat apakah dua statistik terkait, Hamer dan koleganya mempelajari 901 anak-anak tidak terkena paparan asap rokok yang berusia antara 4-8 tahun. Mereka mengukur tingkat efek sampingan dari asap rokok pada air liuar anak-anak untuk mengukur paparan asap, dan para orangtuanya mengisi kuesioner tentang emosi, masalah perilaku dan sosial anak-anak.

Semakin banyak paparan asap rokok pada anak, rata-rata memiliki kesehatan mental yang buruk. "Hal ini terutama anak-anak berlaku hiperaktif dan berperilaku buruk lainnya," lapor para peneliti dalam Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine.

Secara keseluruhan, sekitar 3% dari semua anak-anak 'abnormal' memiliki skor 20 atau lebih pada kuesioner 'Kekuatan dan Kesulitan', skala 40 poin dengan nilai tertinggi mewakili kesehatan mental buruk.

Terjadi kesenjangan tetap setelah peneliti memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seperti asma, aktivitas fisik, pendapatan keluarga, dan situasi rumah. Namun hal itu tidak bisa meniadakan peran beberapa faktor yang tidak terukur.

Anak-anak memang paling mungkin menghirup asap rokok di rumah mereka sendiri. Namun yang belum jelas adalah bagaimana asap rokok bisa memicu masalah mental.

Para peneliti memperkirakan bahwa hal ini bisa juga berhubungan dengan efek asap pada bahan kimia di otak, seperti dopamin. Faktor genetika juga bisa berpengaruh, atau pengetahuan bahwa asap berbahaya bisa membuat anak-anak depresi karena dipaksa banyak bernapas setiap hari.

Sementara Hamer mencatat bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan, Dr Michael Weitzman dari New York University Medical Center, yang tidak terlibat dalam penelitian. Michael mengatakan bahwa hasil penelitian ini memperkuat bukti bahwa asap rokok pasif menyebabkan masalah kesehatan mental pada anak-anak.

"Banyak orang sekarang menyadari bahwa paparan asap pada anak-anak meningkatkan risiko mereka untuk sindrom kematian bayi mendadak, infeksi telinga dan asma," kata Weitzman kepada Reuters Health via e-mail.

"Tapi asap rokok juga menimbulkan beban besar pada kualitas hidup anak-anak, keluarga dan masyarakat yang lebih besar, karena masalah peningkatan kesehatan mental anak," tambahnya.

Dia merekomendasikan pendidikan publik tentang konsekuensi merokok, serta lebih banyak upaya membantu orangtua berhenti merokok.

Hamer menyarankan agar orangtua sebaiknya mencoba menghindari kebiasaan merokok di rumah mereka ketika berada di sekitar anak-anak, karena hal itu berbahaya bagi mereka, baik secara fisik maupun mental.


Dampak Asap Rokok Picu Risiko Hiperaktif

Menghindarkan anak-anak dan ibu hamil dari paparan asap rokok di lingkungan merupakan hal penting dalam upaya mencegah anak dari ancaman penyakit.

Studi terbaru yang digagas Frank Bandiera dari University of Miami Miller School of Medicine menunjukkan, paparan asap rokok di lingkungan (second handsmoke) dapat meningkatkan risiko anak-anak mengalami depresi dan gangguan perilaku termasuk hiperaktif.

Penelitian ini memperkuat bukti bahwa anak-anak dari seorang ibu yang merokok semasa hamil berpotensi mengalami masalah gangguan perilaku. Paparan asap rokok juga berkaitan dengan gangguan kesehatan lainnya seperti penyakit pernapasan dan jantung pada anak-anak.

"Sudah saatnya untuk mencegah anak-anak terpapar asap," kata Dr. Bruce Lanphear, kepala Children's Environmental Health Center di Cincinnati, Amerika Serikat.

"Bukti sudah cukup untuk mencegah penyakit-penyakit yang disebutkan, sayangnya hal itu tidak kita lakukan," tambah Lanphear yang tidak terlibat dalam studi.

Bandiera dalam studinya melibatkan sekitar 3.000 anak berusia antara 8 hingga 15 tahun. Kadar kotinin - yang terbentuk setelah nikotin terurai - dalam tubuh anak-anak diukur. Anak-anak yang kadar kotininnya sangat tinggi dianggap sebagai perokok aktif, sehingga tidak dilibatkan dalam studi. Hasil penelitian ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine.

Setelah memperhitungkan sejumlah faktor seperti usia dan ras, peneliti menemukan bahwa anak laki-laki yang terpapar asap rokok memiliki kecenderungan menunjukkan gejala hiperaktif, depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku lainnya. Sedangkan anak perempuan yang terpapar asap rokok hanya menunjukkan gejala hiperaktif dan kecemasan.

Walau begitu, jumlah anak yang didiagnosa positif mengalami kelainan tersebut rendah. Hanya ditemukan 201 anak atau sekitar 7 persen anak yang dinggap layak didiagnosa positif ADHD, 15 anak lainnya positif mengidap depresi dan 9 anak mengalami gangguan kecemasan

Para peneliti mengakui, memang sulit untuk memisahkan dampak paparan asap rokok dari kondisi atau kelainan yang disebabkan oleh ibu hamil yang merokok saat masa kehamilan.

Dalam komentar yang dilampirkan dalam riset ini, Dr. Jonathan Samet dari Keck School of Medicine of the University of Southern California menyatakan pentingnya dilakukan studi lebih jauh untuk menentukan bagaimana sebenarnya paparan asap rokok dapat memengaruhi otak bayi.

Bandiera juga mencatat bahwa studi ini tidak dapat membuntikan bahwa paparan asap menyebaban gangguan mental dan perilaku . Tetapi untuk saat ini, para orang tua sebaiknya menjauhkan anak-anak mereka dari paparan asap rokok.

Lanphear menegaskan, meski saat ini belum ada bukti definitif yang mengaitkan paparan asap rokok di udara (secondhand smoke) dengan gangguan mental, akan sangat mengejutkan bila tidak ditemukan hubungan di antara keduanya.


Sumber : http://www.ceriwis.info/
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7914232

No comments:

Post a Comment